TERUMBU KARANG INDONESIA

Posted: Selasa, 21 Desember 2010 by i7 in
0

Terumbu Karang Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih kurang 17.508 pulau, dengan sekitar 6.000 di antaranya merupakan pulau yang berpenduduk. Indonesia secara keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yakni 81.000 km yang merupakan 14% dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia. Iklim musiman Indonesia terkategorikan menjadi dua, yakni musim hujan dan musim kering, yang keduanya dipisahkan oleh musim peralihan. Musim kering secara umum berlangsung mulai Bulan Juni hingga September dan dipengaruhi oleh massa udara dari belahan Benua Australia. Musim hujan terjadi mulai Bulan Desember hingga Maret, dipengaruhi oleh massa udara dari Laut Pasifik dan Benua Asia. Selama kedua musim ini, angin bergerak stabil dan bervariasi dari yang pelan hingga cukup kencang. Musim peralihan berlangsung mulai Bulan April hingga Mei, dan Bulan Oktober hingga November, yang umumnya ditandai dengan pergerakan angin yang tidak stabil.

Laut Indonesia juga mengalami iklim musiman. Musim Timur Laut ditandai dengan tekanan udara tinggi di Asia dan tekanan udara rendah di Australia, dan terjadi pada musim hujan. Musim Tenggara berlangsung selama beberapa bulan pada musim kering, dan ditandai oleh tekanan udara tinggi di Australia dan tekanan udara rendah di Asia.

Ekosistem di laut Indonesia tercatat sangat bervariasi, khususnya ekosistem pesisir. Ekosistem-ekosistem ini menopang kehidupan dari sekian banyak spesies. Indonesia merupakan rumah bagi hutan bakau yang sangat luas dan padang lamun, serta juga menjadi rumah bagi sebagian besar terumbu karang yang luar biasa, yang ada di Asia.


Penyebaran Terumbu Karang di Indonesia

Terumbu karang di Indonesia ditemui sangat berlimpah di wilayah kepulauan bagian timur (meliputi Bali, Flores, Banda dan Sulawesi). Namun juga terdapat di perairan Sumatera dan Jawa. Indonesia menopang tipe terumbu karang yang bervariasi (terumbu karang tepi, penghalang dan atol). Namun tipe terumbu karang yang dominan di Indonesia ialah terumbu karang tepi. Terumbu karang tepi ini dapat dijumpai sepanjang pesisir Sulawesi, Maluku, Barat dan Utara Papua, Madura, Bali, dan sejumlah pulau-pulau kecil di luar pesisir Barat dan Timur Sumatera.

Tipe Patch reefs (terumbu karang yang mengumpul) paling baik terbentuk di wilayah Kepulauan Seribu, sedangkan terumbu karang penghalang paling baik terbentuk di sepanjang tepi Paparan Sunda, bagian Timur Kalimantan dan sekitar Kepulauan Togean (Sulawesi Tengah). Terdapat pula beberapa atol, contohnya ialah Taka Bone Rate di Laut Flores merupakan atol terbesar ketiga di dunia. Interaksi Penduduk dengan Terumbu Karang Zona pesisir Indonesia menopang kehidupan sekitar 60% dari 182 juta penduduk Indonesia. Pada beberapa wilayah tertentu, komunitas lokal sangat bergantung kepada banyak tipe terumbu karang dan hewan laut di terumbu karang, untuk pakan sehari-hari dan untuk diperdagangkan. Termasuk di dalamnya ialah penyu, berbagai jenis ikan, berbagai jenis moluska (hewan bertubuh lunak yakni kerang dan siput laut), krustasea (udang-udangan) dan echinodermata (hewan berkulit duri contohnya teripang).


Kondisi Terumbu Karang Saat Ini

Keuntungan yang diperoleh bagi penduduk dari terumbu karang sangatlah beragam, seperti halnya: terumbu karang secara tradisional dimanfaatkan sebagai bahan bangunan karena mengandung kapur. Demikian pula pasir yang diambil dari ekosistem terumbu karang digunakan sebagai bahan campuran semen. Kerang atau tiram raksasa diambil cangkangnya untuk dijadikan bahan pembuat lantai bangunan.Terumbu karang menyediakan sumber pakan yang berlimpah bagi penduduk Indonesia. Banyak sekali ikan-ikan karang, hewan-hewan moluska, ekhinodermata dan krustasea ditangkap, dan dimakan karena mereka memiliki daging yang bergizi tinggi sebagai sumber pakan.

Ancaman kerusakan terumbu karang oleh Faktor Anthropogenik. Penyebab utama kerusakan dan penurunan kualitas terumbu karang diduga paling banyak berasal dari penangkapan ikan dengan cara yang merusak, penambangan karang dan sedimentasi. Penangkapan ikan dengan cara yang merusak meliputi penggunaan dinamit sebagai alat pengebom, penggunaan sianida sebagai racun, teknik muro-ami dan jaring penangkap ikan merusak (contohnya bubu). Pengeboman terumbu karang dengan maksud mendapatkan ikan merupakan praktek yang umum di seluruh laut Indonesia. Sianida sebagai racun sering digunakan untuk menangkap ikan-ikan ornamental (untuk hiasan akuarium laut) di banyak wilayah di Indonesia. Aktivitas kapal dari nelayan dan kegiatan olahraga air serta wisata bahari juga menyebabkan kerusakan terumbu karang, melalui jaring tangkap yang digunakan oleh nelayan, pembuangan jangkar kapal dan aktivitas berjalan-jalan di atas karang yang merupakan hasil dari kegiatan wisata bahari.


Pengelolaan Terumbu Karang

Pembentukan pengelolaan terumbu karang yang menjadi bagian dari Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Intergrated Coastal Zone Management) di Indonesia, menghadapi tantangan-tantangan akibat dari kurangnya dukungan keuangan, teknologi yang kurang memadai, dan sumber daya manusianya.

Masalah-masalah yang dihadapi oleh pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia mirip dengan negara-negara ASEAN lainnya, beberapa masalah yang sangat kritikal disebutkan di bawah ini:

Degradasi dari ekosistem pesisir dan laut, termasuk ekosistem terumbu karang. Pencemaran terhadap lingkungan pesisir dan laut. Eksploitasi secara berlebihan terhadap sumberdaya yang ada di pesisir dan laut, dan telah meluasnya pengambilan secara ilegal terhadap sumber daya laut. Perkembangan ke arah pembangunan strategi nasional dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu relatif kecil, demikian pula dengan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut. Masalah-masalah di atas dimungkinkan terjadi akibat kondisi sistem pengelolaan di Indonesia yang dapat digambarkan sebagai berikut:

- Ketiadaan koordinasi terhadap perencanaan pembangunan antara level pemerintahan lokal (propinsi) dengan level pemerintahan pusat, demikian pula pada level antar instansi atau departemen.

- Lemahnya penegakan hukum dari undang-undang dan peraturan yang berlaku sehubungan dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.

  • Studi Kasus

Sebuah daerah perlindungan yang berbasis masyarakat lokal telah terbentuk di Desa Blongko, Sulawesi Utara, pada Bulan Oktober 1998, setelah sebelumnya melalui proses perencanaan partisipatif selama satu tahun, yang difasilitasi oleh Proyek Pesisir-Nature Resource Management (NRM) dari Jakarta. Daerah perlindungan laut yang terbentuk ini meliputi area seluas 10 ha. Hasil studi awal menunjukkan adanya peningkatan kelimpahan jumlah ikan setelah diberlakukannya daerah perlindungan laut ini selama satu tahun, dan juga peningkatan terhadap persentase tutupan karang hidup secara keseluruhan. Akan tetapi, hasil jangka panjang akan lebih menunjukkan apakah daerah perlindungan ini dapat mendukung konservasi dari ekosistem yang ada, dan juga memuaskan kebutuhan pokok dari masyarakat lokal, atau tidak. Hal yang terpenting ialah bahwa masyarakat lokal memiliki akses dan kontribusi penuh di dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan dari daerah perlindungan laut ini. Dengan demikian mereka akan mengambil tanggung jawab di dalam menjaga sumberdaya alam yang mereka miliki dan menentukan masa depan mereka sendiri.


Pengelolaan sumber daya terumbu karang memusatkan pada:

- Analisa pemetaan dan hasil penelitian sumber daya laut

- Skema zonasi dan pendekatan Pengelolaan Berbasis Masyarakat

- Pemantauan terumbu karang

- Mendukung konsep wisata selam yang terpadu dan berkelanjutan

Program ini bekerja bersama-sama dengan Program Pendidikan dan Pelatihan Terumbu Karang dan Program Penelitian Terumbu Karang. Pengelolaan terumbu karang yang telah dilakukan ACCTI (Assessment and Certification of Coral Trade in Indonesia). Kerjasama antara JWP (Just World Partners), MAC, dan Terangi yang dibiayai European Commission yang akan di implemmentasikan pada tahun 2004-2005 di beberapa lokasi (Lampung, Jawa, dan Sulawesi) Manajemen dan Monitoring Pengambilan Karang Hias di Indonesia. Berdasarkan diskusi ICRWG Agustus 2002, disarankan revisi beberapa pola dan protokol tertentu. Protokol tersebut membutuhkan studi lapangan dalam bentuk pelatihan untuk para kolektor, supplier, eksporter agar mampu untuk mendapatkan data secara benar.

Assesment and Monitoring of Ornamental Fish and Corals in Kepulauan Seribu. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara MAC dan Terangi. Kegiatan ini meliputi: stock assessment ikan dan karang yang diperdagangkan, implementasi logbook, pencataan karang dan ikan yang dijual dan diekspor, pembuatan sistem informasi geografis tentang karang dan ikan di area pengambilan.


Faktor-Faktor Yang Merusak Terumbu Karang

Berbagai kegiatan manusia seringkali menjadi faktor-faktor yang mengancam kelestarian terumbu karang. Dengan mempelajari setiap dampak yang mungkin timbul, kita dapat mencegah atau menghindari kegiatan semacam itu. Kerusakan terumbu karang memang dapat diakibatkan faktor alam. Misalnya hempasan ombak yang mematahkan karang atau berbagai jenis ikan dan hewan laut yang memangsa karang. Akan tetapi, regenerasi dan pertumbuhan karang yang sehat dapat menggantikan kerusakan ini.

Faktor yang dapat merusak terumbu karang diantaranya adalah :

a. Pengendapan kapur

Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.

b. Aliran air tawar

Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.

c. Berbagai jenis limbah dan sampah

Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.

d. Pemanasan suhu bumi

Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 di udara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.

e. Uji coba senjata militer

Pengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran dan buangan reaktor nuklir menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut dapat bertahan hingga ribuan tahun yang berpotensi meningkatkan jumlah kerusakan dan perubahan genetis (mutasi) biota laut.

f. Cara tangkap yang merusak

Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan peledak.

d. Penambangan dan pengambilan karang

Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.

e. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu

Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.

f. Serangan bintang laut berduri

Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.

g. Pemanfaatan sumber daya laut secara berlebihan.

Adanya beberapa jenis biota laut diterumbu bisa jadi merupakan faktor penentu kesehatan dan faktor penentu kesehatan dan kelangsungan hidup koloni karang.

Kondisi terumbu karang yang semakin menipis menjadikan keberadaan ekosistem terumbu karang terancam. Manusia secara aktif merusak ekosistem terumbu karang di bumi kita. Terumbu karang ditangkap berlebih, dibom dan diracun, dicekik oleh sedimen, dan tersedak oleh alga yang tumbuh pada limbah kaya nutrisi dan pupuk. Mereka rusak oleh dibangunnya sarana pariwisata yang tidak bertanggung jawab dan sedang sangat ditekankan oleh pemanasan dunia lautan. Beberapa 58 persen dari terumbu karang dunia dilaporkan sebagai ancaman oleh aktivitas manusia.

Sejarah Bumi

Posted: by i7 in
0



Bumi tempat segenap makhluk hidup termasuk manusia telah terbentuk kira-kira 4.600.000.000 tahun lalu bersamaan dengan planet-planet lain yang membentuk tata surya dengan matahari sebagai pusatnya.
Sejarah kehidupan di bumi baru dimulai sekitar 3.500.000.000 tahun lalu dengan munculnya micro-organisma sederhana yaitu bakteri dan ganggang. Kemudian pada 1.000.000.000 tahun lalu baru muncul organisme bersel banyak.
Pada sekitar 540.000.000 tahun lalu secara bertahap kehidupan yang lebih komplek mulai berevolusi. Perkembangan perubahan tetumbuhan diawali oleh Pteridofita (tumbuhan paku), Gimnosperma (tumbuhan berujung) dan terakhir Angiosperma (tumbuhan berbunga).
Sedangkan perkembangan dan perubahan hewan dimulai dari invertebrata, ikan, amfibia, reptilia, burung dan terakhir mamalia, kemudian terakhir kali muncul manusia.
Jika dalam ilmu sejarah kita mengenal jaman-jaman dengan nama-nama khususnya. Misal Jaman Batu, Jaman Majapahit. Kemudian dibagi lagi dengan Kala, Masa dan sebagainya. Dalam ilmu geologi juga mirip. Ada yg disebut “jaman“, “kala“, “periode” dan sebagainya.

Kalender Geologi dapat dilihat seperti dibawah ini :
Masa Arkeozoikum dan Proterozoikum bersama-sama dikenal sebagai masa pra-kambrium.




Masa Arkeozoikum (4,5 - 2,5 milyar tahun lalu)
Arkeozoikum artinya Masa Kehidupan purba
Masa Arkeozoikum (Arkean) merupakan masa awal pembentukan batuan kerak bumi yang kemudian berkembang menjadi protokontinen. Batuan masa ini ditemukan di beberapa bagian dunia yang lazim disebut kraton/perisai benua.
Masa ini adalah masa pembentukan kerakbumi. Jadi kerakbumi terbentuk setelah pendinginan bagian tepi dari “balon bumi” (bakal calon bumi). Plate tectonic / Lempeng tektonik yang menyebabkan gempa itu terbentuk pada masa ini. Lingkungan hidup mas itu tentunya mirip dengan lingkungan disekitar mata-air panas.
Batuan tertua tercatat berumur kira-kira 3.800.000.000 tahun. Masa ini juga merupakan awal terbentuknya Indrorfer dan Atmosfer serta awal muncul kehidupan primitif di dalam samudera berupa mikro-organisma (bakteri dan ganggang). Fosil tertua yang telah ditemukan adalah fosil Stromatolit dan Cyanobacteria dengan umur kira-kira 3.500.000.000 tahun



Masa Proterozoikum (2,5 milyar - 290 juta tahun lalu)
Proterozoikum artinya masa kehidupan awal
Masa Proterozoikum merupakan awal terbentuknya hidrosfer dan atmosfer. Pada masa ini kehidupan mulai berkembang dari organisme bersel tunggal menjadi bersel banyak (enkaryotes dan prokaryotes). Menjelang akhir masa ini organisme lebih kompleks, jenis invertebrata bertubuh lunak seperti ubur-ubur, cacing dan koral mulai muncul di laut-laut dangkal, yang bukti-buktinya dijumpai sebagai fosil sejati pertama.
Masa Arkeozoikum dan Proterozoikum bersama-sama dikenal sebagai masa pra-kambrium.



Jaman Kambrium (590-500 juta tahun lalu)
Kambrium berasal dari kata “Cambria” nama latin untuk daerah Wales, dimana batuan berumur kambrium pertama kali dipelajari.
Banyak hewan invertebrata mulai muncul pada zaman Kambrium. Hampir seluruh kehidupan berada di lautan. Hewan zaman ini mempunyai kerangka luar dan cangkang sebagai pelindung.
Fosil yang umum dijumpai dan penyebarannya luas adalah, Alga, Cacing, Sepon, Koral, Moluska, Ekinodermata, Brakiopoda dan Artropoda (Trilobit)
Sebuah daratan yang disebut Gondwana (sebelumnya pannotia) merupakan cikal bakal Antartika, Afrika, India, Australia, sebagian Asia dan Amerika Selatan. Sedangkan Eropa, Amerika Utara, dan Tanah Hijau masih berupa benua-benua kecil yang terpisah.




Jaman Ordovisium (500 - 440 juta tahun lalu)


Zaman Ordovisium dicirikan oleh munculnya ikan tanpa rahang (hewan bertulang belakang paling tua) dan beberapa hewan bertulang belakang yang muncul pertama kali seperti Tetrakoral, Graptolit, Ekinoid (Landak Laut), Asteroid (Bintang Laut), Krinoid (Lili Laut) dan Bryozona.
Koral dan Alga berkembang membentuk karang, dimana trilobit dan Brachyopoda mencari mangsa. Graptolit dan Trilobit melimpah, sedangkan Echinodermata dan Brakiopoda mulai menyebar.
Meluapnya Samudra dari Zaman Es merupakan bagian peristiwa dari zaman ini. Gondwana dan benua-benua lainnya mulai menutup celah samudera yang berada di antaranya.



Jaman Silur (440 - 410 juta tahun lalu)

Zaman silur merupakan waktu peralihan kehidupan dari air ke darat.
Tumbuhan darat mulai muncul pertama kalinya termasuk Pteridofita (tumbuhan paku). Sedangkan Kalajengking raksasa (Eurypterid) hidup berburu di dalam laut. Ikan berahang mulai muncul pada zaman ini dan banyak ikan mempunyai perisai tulang sebagai pelindung.
Selama zaman Silur, deretan pegunungan mulai terbentuk melintasi Skandinavia, Skotlandia dan Pantai Amerika Utara



Jaman Devon (410-360 juta tahun lalu)
Zaman Devon merupakan zaman perkembangan besar-besaran jenis ikan dan tumbuhan darat. Ikan berahang dan ikan hiu semakin aktif sebagai pemangsa di dalam lautan. Serbuan ke daratan masih terus berlanjut selama zaman ini. Hewan Amfibi berkembang dan beranjak menuju daratan.
Tumbuhan darat semakin umum dan muncul serangga untuk pertama kalinya.
Samudera menyempit sementara, benua Gondwana menutupi Eropa, Amerika Utara dan Tanah Hijau.



Jaman Karbon (360 - 290 juta tahun lalu)
Reptilia muncul pertama kalinya dan dapat meletakkan telurnya di luar air. Serangga raksasa muncul dan ampibi meningkat dalam jumlahnya.
Pohon pertama muncul, jamur Klab, tumbuhan ferm dan paku ekor kuda tumbuh di rawa-rawa pembentuk batubara.
Pada zaman ini benua-benua di muka bumi menyatu membentuk satu masa daratan yang disebut Pangea, mengalami perubahan lingkungan untuk berbagai bentuk kehidupan. Di belahan bumi utara, iklim tropis menghasilkan secara besar-besaran, rawa-rawa yang berisi dan sekarang tersimpan sebagai batubara.



Jaman Perm (290 -250 juta tahun lalu)
“Perm” adalah nama sebuah propinsi tua di dekat pegunungan Ural, Rusia.
Reptilia meningkat dan serangga modern muncul, begitu juga tumbuhan konifer dan Grikgo primitif. Hewan Ampibi menjadi kurang begitu berperan. Zaman perm diakhiri dengan kepunahan micsa dalam skala besar, Tribolit, banyak koral dan ikan menjadi punah.
Benua Pangea bergabung bersama dan bergerak sebagai satu massa daratan, Lapisan es menutup Amerika Selatan, Antartika, Australia dan Afrika, membendung air dan menurunkan muka air laut. Iklim yang kering dengan kondisi gurun pasir mulai terbentuk di bagian utara bumi.



Jaman Trias (250-210 juta tahun lalu)
Gastropoda dan Bivalvia meningkat jumlahnya, sementara amonit menjadi umum. Dinosaurus dan reptilia laut berukuran besar mulai muncul pertama kalinya selama zaman ini. Reptilia menyerupai mamalia pemakan daging yang disebut Cynodont mulai berkembang. Mamalia pertamapun mulai muncul saat ini. Dan ada banyak jenis reptilia yang hidup di air, termasuk penyu dan kura-kura. Tumbuhan sikada mirip palem berkembang dan Konifer menyebar.
Benua Pangea bergerak ke utara dan gurun terbentuk. Lembaran es di bagian selatan mencair dan celah-celah mulai terbentuk di Pangea.



Jaman Jura (210-140 juta tahun lalu)
Pada zaman ini, Amonit dan Belemnit sangat umum. Reptilia meningkat jumlahnya. Dinosaurus menguasai daratan, Ichtiyosaurus berburu di dalam lautan dan Pterosaurus merajai angkasa. Banyak dinosaurus tumbuh dalam ukuran yang luar biasa. Burung sejati pertama (Archeopterya) berevolusi dan banyak jenis buaya berkembang. Tumbuhan Konifer menjadi umum, sementara Bennefit dan Sequola melimpah pada waktu ini.
Pangea terpecah dimana Amerika Utara memisahkan diri dari Afrika sedangkan Amerika Selatan melepaskan diri dari Antartika dan Australia.



Jaman Kapur (140-65 juta tahun lalu)
Banyak dinosaurus raksasa dan reptilia terbang hidup pada zaman ini. Mamalia berari-ari muncul pertama kalinya. Pada akhir zaman ini Dinosaurus, Ichtiyosaurus, Pterosaurus, Plesiosaurus, Amonit dan Belemnit punah. Mamalia dan tumbuhan berbunga mulai berkembang menjadi banyak bentuk yang berlainan.
Iklim sedang mulai muncul. India terlepas jauh dari Afrika menuju Asia.



Zaman Tersier (65 - 1,7 juta tahun lalu)
Pada zaman tersier terjadi perkembangan jenis kehidupan seperti munculnya primata dan burung tak bergigi berukuran besar yang menyerupai burung unta, sedangkan fauna laut sepert ikan, moluska dan echinodermata sangat mirip dengan fauna laut yang hidup sekarang. Tumbuhan berbunga pada zaman Tersier terus berevolusi menghasilkan banyak variasi tumbuhan, seperti semak belukar, tumbuhan merambat dan rumput.
Pada zaman Tersier - Kuarter, pemunculan dan kepunahan hewan dan tumbuhan saling berganti seiring dengan perubahan cuaca secara global



Zaman Kuarter (1,7 juta tahun lalu - sekarang)
Zaman Kuarter terdiri dari kala Plistosen dan Kala Holosen.
Kala Plistosen mulai sekitar 1,8 juta tahun yang lalu dan berakhir pada 10.000 tahun yang lalu. Kemudian diikuti oleh Kala Holosen yang berlangsung sampai sekarang.
Pada Kala Plistosen paling sedikit terjadi 5 kali jaman es (jaman glasial). Pada jaman glasial sebagian besar Eropa, Amerika utara dan Asia bagian utara ditutupi es, begitu pula Pegunungan Alpen, Pegunungan Cherpatia dan Pegunungan Himalaya
Di antara 4 jaman es ini terdapat jaman Intra Glasial, dimana iklim bumi lebih hangat.
Manusia purba jawa (Homo erectus yang dulu disebut Pithecanthropus erectus) muncul pada Kala Plistosen. Manusia Modern yang mempunyai peradaban baru muncul pada Kala Holosen.
Flora dan fauna yang hidup pada Kala Plistosen sangat mirip dengan flora dan fauna yang hidup sekarang.